Impact News

Kabupaten Nagekeo, Nusa Tenggara Timur (NTT), merupakan salah satu wilayah yang kerap dilanda bencana, baik itu karena ancaman alam maupun non-alam. Bencana longsor menjadi salah satu tantangan utama di sana, terutama saat intensitas hujan meningkat.

Mengantisipasi hal tersebut, Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) berkolaborasi dengan Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (PSBA UGM) dalam memasang alat Sistem Peringatan Dini Longsor (SIPENDIL) di beberapa desa rawan longsor. Alat ini berfungsi sebagai sistem peringatan terhadap probabilitas terjadinya longsor, dengan memonitor ambang batas hujan sebagai faktor pemicu longsor.

“Salah satu intervensi yang Plan Indonesia lakukan adalah Pengurangan Risiko Bencana (PRB). Jadi kita memasang sebanyak enam unit SIPENDIL, di tiga desa dampingan kita di Kabupaten Nagekeo, yang rawan longsor yakni Kotowuji Barat, Kotowuji Timur dan Lewangera. Masing-masing desa akan mendapatkan dua unit,” ungkap Muhammad Juarsa, Koordinator Program Manajemen Pengurangan Risiko Bencana Program Implementasi Area (PIA) Flores Plan Indonesia.

Juarsa menambahkan tiap tahun di wilayah tersebut kerap terjadi longsor pasca hujan deras. Selain melakukan pemasangan, dilakukan juga sosialisasi dan simulasi penggunaan alat sebagai fungsi peringatan dini kepada masyarakat saat longsor terjadi.

Perwakilan PSBA UGM, Galih Aries Swastanto menyebutkan dari hasil kajian ditemukan bahwa curah hujan memang menjadi salah satu faktor penyebab longsor yang kerap terjadi di kabupaten Nagekeo. Oleh karena itu, alat ini nantinya akan berfungsi memantau curah hujan, yang jika intersitasnya tinggi maka akan memberikan peringatan kepada masyarakat untuk segera waspada akan terjadinya longsor.

“Memang kalau kita melihat dari profil wilayah dan beberapa data kejadian di Kabupaten Nagekeo khususnya ada di tiga desa merupakan daerah rawan longsor. Sehingga kami harapakan pemasangan alat ini bisa meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat di tiga desa yang akan kita lakukan pemasangan alat,” ungkapnya.

Kekhawatiran Kaum Muda Nagekeo akan Bencana

Usulan pemasangan alat peringatan dini longsor berangkat dari kekhawatiran kaum muda akan potensi bencana longsor di daerah mereka. Kaum muda di Kabupaten Nagekeo sebelumnya telah melakukan kajian risiko bencana di wilayahnya, sehingga mengusulkan kepada pihak terkait untuk dilakukan pemasangan alat peringatan dini banjir.

Usulan lalu disambut baik oleh Plan Indonesia dengan melakukan pemasangan SIPENDIL di 3 desa. Tidak hanya itu, kaum muda juga berperan langsung dalam pengoperasioan alat ini di desa masing-masing.

Sebut saja, Iron (24) adalah perempuan muda yang dipercaya menjadi kepala dusun di salah satu desa di Kabupaten Nagekeo, NTT didapuk menjadi salah seorang operator SIPENDIL. Selain Iron, Hendrik (30), yang bertanggung jawab memantau alat ini dan memberikan informasi status SIPENDIL kepada masyarakat.

“Jika indikator alat sudah menunjukkan waspada, tugas saya sebagai operator akan menginformasikan kepada masyarakat kemungkinan akan terjadinya longsor. Jika sudah siaga hingga awas, saya menginformasikan kepada masyarakat untuk bersiap-siap berkumpul di titik kumpul,” ungkap Iron.

Pemasangan alat SIPENDIL rencanannya masih akan dilanjutkan di beberapa desa dampingan Plan Indonesia lainnya di Kabupaten Nagekeo. Harapannya inovasi ini dapat meningkatkan kesiapsiagaan warga dalam menghadapi ancaman bencana longsor, sehingga mengurangi dampak risiko bencana.

The post SIPENDIL dan Inisiatif Kaum Muda Nagekeo Membangun Kesiapsiagaan Bencana appeared first on Plan International.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *