Pada awal hingga pertengahan April 2024, Indonesia sedang dihebohkan dengan persidangan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) untuk Pemilihan Presiden Dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024. Media ramai dengan wacana Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri untuk mengirimkan amicus curiae bagi litigasi PHPU yang sedang berjalan (kompas.id, 16/4/2024). Istilah amicus curiae merupakan istilah yang umum dalam dunia hukum terutama litigasi, namun masyarakat umum banyak yang belum memahami juga tentang apa itu amicus curiae dan kegunaannya dalam proses litigasi.
Amicus curiae (selanjutnya bisa disebut amici sebagai bentuk plural) adalah bahasa Latin yang diterjemahkan sebagai “sahabat pengadilan” (britannica.com, 17/4/2024). Menurut Kamus Hukum Black (Black’s Law Dictionary) didefinisikan sebagai pihak yang tidak terlibat dalam proses pengadilan tetapi memberikan keterangan ahli ketika pengadilan memintanya (Black, 1995). Mereka dapat mendukung kepentingan publik yang tidak dibahas dalam persidangan, terutama yang dapat berdampak pada dengan isu (Tanase & Papuashvili, 2022).
Amicus curiae memberikan informasi atau masukan terkait isu hukum yang sedang menjadi pokok perkara dalam litigasi karena mereka tidak hadir dalam litigasi (Simard, 2008: 669, 674). Pada umumnya, amicus curiae tidak boleh pihak sengketa ataupun yang secara langsung terlibat dalam proses litigasi. Sehingga, siapapun, kecuali pihak-pihak yang terlibat dalam kasus, yang memiliki minat langsung atau terdampak akibat putusan pengadilan setelahnya bisa mengirimkan masukannya dan menjadi amicus curiae. Berkas yang dikirimkan oleh amicus curiae diharapkan bisa mempengaruhi pengadilan supaya menghasilkan putusan berkualitas seadil-adilnya (Nettesheim & Ryan, 2007: 11; Tanase & Papuashvili, 2022: 5).
Dalam sejarahnya, asal dari amicus curiae bisa ditarik dari Hukum Romawi, dimana terminologi ”sahabat” di pengadilan diterapkan hampir secara harfiah. ”Sahabat” di pengadilan akan duduk di pengadilan di era Romawi saat itu dan memberikan masukan-masukan ke pengadilan berdasarkan pengetahuan hukum yang dia tahu dalam batasan-batasan yang cukup bebas. Namun, seiring dengan berubahnya karakter pengadilan, fungsi dari amicus curiae juga berubah menjadi sebagaimana dideskripsikan di atas. (Tanase & Papuashvili, 2022).
Saat ini, amicus curiae telah familiar digunakan di banyak yurisdiksi di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pengadilan di Indonesia di bawah Mahkamah Agung maupun pengadilan Mahkamah Konstitusi telah menggunakan mekanisme penerimaan amicus curiae. Sejauh ini tidak ada pengaturan yang secara definitif mengatur ”amicus curiae”. Akan tetapi, pemberian masukan oleh masyarakat ke pengadilan sebagai amicus curiae masuk dalam lingkup Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang mana hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat.
Telah ada banyak sekali kasus-kasus di Indonesia yang dalam proses peradilannya ada amici yang berperan. Contohnya Kasus Prita Mulyasari dengan Nomor Putusan 1269/PID.B/2009/PN.TNG dimana amici berhasil ikut membela Prita lewat berkasnya sehingga putusan pengadilan negeri dan kasasi yang menghukumnya dibatalkan. Kemudian ada amici yang berhasil meyakinkan hakim untuk memutus bebas Stella Monica Hendrawan dari gugatan pencemaran nama baik dengan Nomor Putusan 658/Pid.Sus/2021/PN.Sby (badilag.mahkamahagug.go.id, 1/3/2023; Institute for Criminal Justice Reform, 5/2023).
Maka dari itu, amicus curiae tidak dapat diragukan lagi memiliki peran dalam proses litigasi karena adalah bagian dari kepentingan publik. Amicus curiae telah berjasa dalam meningkatkan kesadaran terkait suatu isu yang mewakili masyarakat untuk pengadilan. Sehingga, pemanfaatannya juga disambut baik oleh pengadilan.
Maka dari itu, sidang PHPU Pilpres 2024 saat ini berpengaruh pada demokrasi bangsa. Berarti, semua boleh mengambil perannya sebagai amici untuk membantu hakim konstitusi dalam mengambil putusan yang mengedepankan nilai-nilai demokrasi dan keadilan di masyarakat. Disarankan individu, organisasi masyarakat sipil, universitas, atau lembaga lainnya bisa mengirimkan berkas amicus untuk menjadi bagian dalam penegakan demokrasi substansial pemilu di Indonesia. Namun, tetap diperhatikan untuk mengikuti praktik secara umum dimana amicus curiae bukan pihak-pihak dalam sengketa atau yang terlibat langsung dalam pengadilan.
Pada PHPU Pilpres banyak pihak yang mengirimkan surat untuk menjadi amici, tetapi jika dilihat pihak-pihak tersebut memiliki kedekatan dengan yang bersengketa. Walaupun dalam praktik umum amicus curiae yang mengirimkan bisa siapapun kecuali yang bersengketa dan/atau pihak-pihak lain yang secara langsung terlibat dalam perkara, namun tetap tidak ada ketentuan khusus dalam peraturan di Indonesia untuk praktik amicus curiae. Sehingga, untuk amici yang berhasil memberikan opininya pada hakim konstitusi, hakim konstitusi perlu tetap mempertimbangkan dengan jeli opini yang diberikan. Kehadiran amici seharusnya bisa menjadi bantuan bagi hakim konstitusi untuk memutus permohonan, bukan malah menjadi justifikasi putusan yang bias dan tidak adil.
Christina Clarissa Intania
Peneliti Bidang Hukum
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
christina@theindonesianinstitute.com
The post Pengingat Amicus Curiae dan Kebermanfaatannya first appeared on The Indonesian Institute.