Impact News

Transisi kepemimpinan antara Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih Pemilu 2024 yang juga merupakan Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto, sudah berlangsung selangkah demi selangkah. Misalnya, adanya konferensi pers bersama terkait ekonomi terkini dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dan Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran guna menjawab kekhawatiran investor dunia akan kebijakan fiskal Prabowo-Gibran (Kompas.com, 25 Juni 2024).

Kekhawatiran ini wajar mengingat tersiar kabar bahwa pemerintahan Prabowo akan menaikkan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Rasio tersebut dikatakan akan dinaikkan secara bertahap hingga 50 persen (Kompas.com, 25 Juni 2024). Hal ini, menurut Ketua Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia Arsjad Rasjid merupakan kesalahpahaman, yang mana dia duga maksud Prabowo adalah masih ada ruang hingga 50 persen untuk itu dan bukan berarti mentok di angka tersebut (Tempo.co, 26 Juni 2024). Walaupun demikian, hal tersebut membuat investor dunia menjerit sampai Menkeu, Menko Perekonomian, dan tim Prabowo melakukan konferensi bersama untuk meninabobokan jeritan itu.

Memang sebentar lagi arah kemajuan Indonesia ada di pundak—bukan tangan—Prabowo. Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia, yang menurutnya berkisar antara 4,8 persen-5,6 persen tahun 2025, tergantung dari kebijakan fiskal pemerintahan Prabowo (CNN Indonesia, 6 Juni 2024). Selain masalah ekonomi, Prabowo juga memikul masalah politik dan energi dari pemerintahan Jokowi yang notabene tidak mudah. Lalu, apa saja beban-beban itu?

Dari sisi masalah ekonomi, setidaknya pemerintahan Prabowo harus dapat menjaga daya beli oleh sektor rumah tangga (RT) utamanya kelas menengah. Dengan rentang pendapatan yang masih terbilang kecil, ditambah pengurangan nilai tersebut akibat inflasi di kebutuhan pokok dan kebutuhan bahan bakar untuk transportasi, plus belum memiliki manajemen keuangan yang baik akan semakin membebani masyarakat kelas menengah.

Pertumbuhan ekonomi mayoritasnya masih ditopang oleh konsumsi RT. Rata-rata kontribusinya bagi pertumbuhan ekonomi adalah 54,7 persen selama periode 2019-2023 (Adijaya, Juni 2024). Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Adijaya (Juni 2024) juga mencatat kalau 2,62 persen sumber pertumbuhan ekonomi berasal dari konsumsi RT di Triwulan-I 2024.

Beberapa caranya adalah membangun lapangan kerja berkelanjutan, inklusif, dan berdaya saing melalui pengembangan infrastruktur, meningkatkan penelitian dan inovasi, dan kebebasan ekonomi melalui kemudahan untuk berbisnis, membuka lapangan kerja, dan menjadi wiraswasta (Adijaya, Juni 2024).

Selain menjaga daya beli, masalah rantai pasok yang panjang di komoditas utama seperti beras juga harus bisa diatasi Prabowo. BPS dalam Kumparan.com (24 Desember 2022) menjelaskan bahwa pola distribusi beras di beberapa provinsi bisa mencakup 2-3 pedagang perantara (tengkulak), padahal standarnya hanya satu tengkulak. Bukan rahasia umum lagi kalau penyebab harga beras mahal adalah rantai pasok yang berbelit-belit dan bahkan cenderung merugikan petani.

Kalau melihat masalah politik, Prabowo harus berani ‘membagi kue’ yang mengutamakan stabilitas politik, dan bukan condong ke salah satu pendukung atau bahkan lebih mengutamakan partai sendiri. Dampak negatif political “power-sharing” harus bisa dimitigasi. Itulah mengapa perlu mengangkat menteri atau setingkat menteri atau kepala lembaga dalam institusi penting ekonomi, serta bersinggungan dengan kesejahteraan rakyat dari kalangan professional (Adijaya, Juni 2024). Hal ini guna menjaga tetap adanya “check and balances”.

Masalah politik lainnya adalah korupsi yang juga berkelindan dengan ekonomi. Ratusan orang baik itu dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), menteri/kepala lembaga, gubernur/bupati/walikota, hakim, sampai swasta dan birokrat terjerat praktik korupsi. Penyebab korupsi di Indonesia pun beragam, mulai dari sistem politik korup yang dikelola oligarki (Syarif & Faisal, 2019, dalam Adijaya, April 2024), pejabat pemerintahan yang korup (Ibrahim, Yusoff, & Koling, 2018, dalam Adijaya, April 2024), sampai kepemimpinan yang buruk (Prabowo, 2016, dalam Adijaya, April 2024). Makanya, pemerintahan Prabowo harus bisa mendorong dan memperkuat sistem demokrasi dan politik mendalam melalui “reskilling” dan “upskilling” pendidikan dan pengetahuan terkait demokrasi dan korupsi bagi pegawai kementerian/lembaga serta masyarakat (Adijaya, April 2024).

Terakhir, kalau melihat masalah energi, Prabowo harus mampu menjembatani para ahli dari lintas bidang ilmu, baik ekonomi, teknologi, perubahan iklim, dan lain-lain, untuk menyeimbangkan trilema energi, yaitu ketahanan energi, keadilan energi, dan keberlanjutan lingkungan. Pemerintahan Prabowo tidak bisa hanya menggunakan perspektif ekonomi dalam kebijakan energi, karena dalam penetapan jenis dan jumlah sumber energi yang dikonsumsi pun ada eksternalitas negatif yang meringkuk di dalamnya. Walaupun ketahanan energi masih menjadi prioritas, keadilan energi dan keberlanjutan lingkungan tidak boleh dilupakan. Pendekatan “public-interest regulation” yang notabene merupakan intervensi kebijakan oleh pemerintah yang mendorong kesejahteraan masyarakat keseluruhan (Mulder, 2021), bisa diaplikasikan, seperti pajak karbon dan subsidi energi baru terbarukan (EBT). Tentu saja, pendekatan kebijakan juga harus mendorong kebebasan ekonomi. Jangan sampai unsur hak milik dikangkangi untuk membangun infrastruktur EBT ketika memberikan subsidi EBT tersebut.

Nasib bangsa Indonesia, setidaknya dalam lima tahun ke depan, berada di pundak Prabowo. Tugasnya adalah melanjutkan kebijakan Jokowi yang baik, dan memperbaiki kebijakan yang buruk. Tentu saja, dirinya juga harus mau menerima kritik dan saran konstruktif dari elemen-elemen non pemerintah.

 

 

Putu Rusta Adijaya

Peneliti Bidang Ekonomi

The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)

putu@theindonesianinstitute.com

The post Nanti (Sekarang) Tergantung Prabowo first appeared on The Indonesian Institute.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *