Indonesia memiliki populasi sekitar 270 juta jiwa dengan hampir setengahnya berusia antara 15-49 tahun[1]. Di antara jumlah tersebut, 24 juta remaja perempuan telah atau akan segera mengalami menstruasi, dengan usia rata-rata saat pertama kali adalah 13 tahun[2].
Menurut Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Dr Iwan Syahril, PhD, sekitar 3,1 juta murid tidak memiliki akses air bersih di sekolah. Selain itu, 8,9 juta murid tidak memiliki akses sanitasi yang memadai. Dengan demikian, hanya 3 dari 4 sekolah yang memiliki fasilitas cuci tangan pakai sabun, padahal diketahui bahwa cuci tangan pakai sabun dapat mengurangi risiko diare hingga 47% dan tingkat absensi hingga 50%[3].
Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi mengacu pada persyaratan kebersihan dan kesehatan khusus bagi anak perempuan dan perempuan selama menstruasi, termasuk informasi, bahan, dan fasilitas yang diperlukan untuk mengelola menstruasi secara efektif dan pribadi[4]. Dengan menggunakan bahan yang bersih untuk menyerap atau menampung darah menstruasi, yang dapat diganti secara pribadi sesering yang diperlukan selama periode menstruasi, menggunakan sabun dan air untuk membasuh tubuh sesuai kebutuhan, dan memiliki akses ke fasilitas untuk membuang bahan yang sudah terpakai.
Selain itu, studi Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) tentang Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) menunjukkan bahwa 63% orang tua tidak pernah menjelaskan tentang menstruasi kepada anak perempuan mereka[5]. Demikian pula, penelitian terbaru yang dilakukan oleh Davis et al di empat provinsi di Indonesia (1159 remaja perempuan dengan usia rata-rata 15 tahun) menunjukkan bahwa 64% responden memiliki praktik MKM yang buruk. Praktik MKM yang buruk dikaitkan dengan tempat tinggal di pedesaan, nilai sekolah yang lebih rendah, dan pengetahuan yang rendah tentang menstruasi[6]. Hal ini disebabkan oleh kurangnya informasi yang tepat tentang menstruasi dan kebersihan menstruasi. Kondisi ini diperparah dengan adanya mitos, kepercayaan, dan budaya di masyarakat yang menganggap menstruasi merupakan topik yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka. Hal ini menimbulkan rasa ingin tahu khususnya pada anak laki-laki dan remaja laki-laki, sehingga menurut survei Plan International[7], anak laki-laki dan remaja laki-laki ingin tahu lebih banyak tentang menstruasi (89%) dan percaya bahwa membicarakan menstruasi secara terbuka adalah hal yang wajar (52%).
Di Indonesia, mitos-mitos masih dipegang teguh, misalnya ketika anak perempuan sedang menstruasi, mereka dilarang mencuci rambut, memotong kuku, minum air dingin, memasak, atau bekerja di ladang. Mitos, tabu, kepercayaan, dan budaya di sekitar anak perempuan orang dengan disabilitas lebih kompleks dibandingkan dengan anak perempuan tanpa disabilitas. Di daerah-daerah terpencil di Indonesia, anak perempuan penyandang disabilitas dipingit dan diasingkan di luar rumah karena dianggap memalukan jika ada penyandang disabilitas di dalam keluarga. Bayangkan jika mereka dikucilkan dan juga mengalami menstruasi, tanpa ada pengetahuan apapun tentang menstruasi, lebih buruk lagi jika anggota keluarga juga tidak peduli.
Faktor lain yang memengaruhi praktik MKM adalah buruknya fasilitas air, sanitasi, dan kebersihan (WASH) di sekolah, yang menjelaskan mengapa 79% murid perempuan tidak pernah mengganti pembalut di sekolah[8]. Hal yang sama juga berlaku bagi anak perempuan penyandang disabilitas yang bersekolah di SLB, di mana di antara 2.229 SLB yang ada di Indonesia, dengan jumlah murid sebanyak 133.826 orang, 39% di antaranya tidak memiliki toilet yang layak dan terpisah secara gender[9]. Selain itu, sebagian besar toilet yang tersedia tidak dapat diakses oleh semua jenis disabilitas, sehingga menyulitkan anak perempuan penyandang disabilitas untuk mengakses toilet, termasuk saat menstruasi.
Selain itu, 11% responden pernah absen satu hari atau lebih dari sekolah selama periode menstruasi[10]. Ketidakhadiran di sekolah dikaitkan dengan tinggal di daerah pedesaan, di luar Pulau Jawa, mengalami nyeri menstruasi, dan fasilitas WASH yang tidak memadai. Sebuah tinjauan sistematis oleh Purwanto dkk juga menyimpulkan bahwa perilaku kebersihan menstruasi berkorelasi dengan pengetahuan (69%), sikap (80%), dukungan keluarga (75%), dan dukungan guru (100%)[11]. Oleh karena itu, penting juga untuk melibatkan anak laki-laki dan laki-laki untuk menciptakan lingkungan yang aman dan dukungan bagi anak perempuan (termasuk anak perempuan dengan disabilitas). Survei Plan International mengungkapkan bahwa 88% anak laki-laki dan laki-laki muda ingin menjadi panutan dan pejuang perubahan di bidang MKM[12].
Kebijakan Manajemen Kesehatan Menstruasi
Pemerintah Indonesia telah memasukkan berbagai kebijakan, program, dan intervensi di tingkat nasional dan daerah untuk memperkuat lingkungan MKM, seperti: membentuk Komisi Kesehatan Reproduksi Nasional pada tahun 2001, meluncurkan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) pada tahun 1984, dan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) pada tahun 2005. Sebelumnya pada tahun 2003, kebijakan cuti haid diperkenalkan di bawah undang-undang ketenagakerjaan (pasal 81 UU No. 13/2003).
Komponen penting yang diperlukan untuk mempraktikkan MKM yang aman adalah pengetahuan dan kesadaran yang tepercaya dan kredibel tentang MKM, fasilitas untuk mendukung praktik MKM yang aman (toilet yang ramah MKM, cuci tangan pakai sabun, toilet yang aman dan terkunci), norma sosial dan tabu yang mendukung MKM, serta produk MKM yang mudah diakses, terjangkau, dan tersedia[13].
Program Manajemen Kesehatan Menstruasi Plan Indonesia
Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) telah bekerja di bidang MKM sejak tahun 2015. Hingga saat ini, Plan Indonesia memiliki sekitar 200 sekolah intervensi, termasuk 4 sekolah luar biasa dengan 331 murid (146 murid perempuan dan 185 murid laki-laki). Intervensi yang kami lakukan meliputi dukungan dalam membangun toilet yang inklusif dan ramah disabilitas, promosi MKM melalui pendidik sebaya, dan pelatihan pembuatan pembalut yang dapat digunakan kembali. Lima poin utama dalam pendidikan MKM adalah: 1) Menstruasi adalah hal yang normal dan bukan hal yang tabu untuk dibicarakan secara terbuka. 2) mengganti pembalut secara teratur atau setiap 4 jam sekali saat menstruasi sedang banyak. 3) Cuci tangan dengan sabun sebelum dan sesudah mengganti pembalut. 4) Bungkus pembalut bekas pakai dengan menggunakan kertas bekas dan buang ke tempat sampah. 5) Jangan mengolok-olok teman yang sedang menstruasi.
Secara khusus, kami mengembangkan buku-buku MKM dalam huruf braille untuk murid tunanetra dan materi KIE (flipchart, video, poster) untuk murid tuna rungu dan tuna daksa. Kami mengadvokasi manajemen sekolah untuk menyediakan pembalut yang dapat digunakan kembali dan pakaian dalam/rok cadangan di toilet perempuan. Selain itu, Plan Indonesia juga bekerja sama dengan perusahaan Australia, Modibodi, untuk memperkenalkan pakaian dalam yang dapat digunakan kembali kepada 300 siswi dan perempuan.
Plan Indonesia juga menggunakan pendekatan Champion of Changes untuk melibatkan juara guru laki-laki dan perempuan untuk mempromosikan pentingnya MKM dan meningkatkan kesadaran murid laki-laki untuk mendukung teman perempuan mereka melakukan MKM dengan nyaman. Intervensi ini meningkatkan pengetahuan dan menantang stigma menstruasi di kalangan murid orang dengan disabilitas, serta meningkatkan praktik MKM sebesar 70%.
Rekomendasi
Untuk meningkatkan kondisi sanitasi sekolah dan mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) terkait pendidikan berkualitas, air bersih dan sanitasi, kesetaraan gender, serta kesehatan dan kesejahteraan, para pemangku kepentingan (kementerian, akademisi, organisasi masyarakat sipil, sekolah) menyusun Peta Jalan Sanitasi Sekolah 2024 – 2030 yang diluncurkan pada bulan Februari 2024. Direktur Pembinaan Sekolah Menengah Pertama dan Pembina Gerakan Sekolah Sehat, I Nyoman Rudi Kurniawan mengatakan bahwa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Kesehatan, Kementerian Agama, dan Kementerian Dalam Negeri telah memperbaharui kebijakan dan standar sanitasi, meningkatkan kapasitas kepala sekolah dan guru, menambahkan indikator sanitasi sekolah dalam data pendidikan, dan mengatur alokasi anggaran untuk membangun fasilitas sanitasi di sekolah. Peta jalan ini terdiri dari target jangka pendek dan jangka panjang dengan alat pemantauan untuk melacak pencapaian SDG. Ini semua adalah langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan akses terhadap air, sanitasi, kebersihan, dan kesehatan menstruasi terpenuhi untuk semua anak, termasuk anak dengan disabilitas.
Hari Kesehatan Menstruasi diperingati setiap tanggal 28 Mei dan tahun ini temanya adalah ‘Bersama untuk dunia yang ramah menstruasi’. Ini merupakan pengingat dan ajakan bagi semua pemangku kepentingan untuk berkomitmen dan mengambil tindakan untuk mengakhiri stigma dan tabu seputar menstruasi, membuat produk menstruasi mudah diakses, meningkatkan pengetahuan seputar menstruasi, dan memastikan semua infrastruktur WASH inklusif dan MKM.
Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi harus menjadi prioritas pemerintah karena merupakan hak asasi manusia bagi anak perempuan, termasuk anak perempuan orang dengan disabilitas, untuk mendapatkan akses ke toilet yang inklusif dan ramah MKM. Untuk meningkatkan kesadaran, pendidik sebaya di sekolah merupakan cara terbaik, karena anak-anak lebih suka belajar dan bertanya kepada teman sebayanya dibandingkan kepada guru atau orang tua. Untuk menciptakan ruang yang aman bagi anak perempuan, keterlibatan tokoh masyarakat dan melibatkan anak laki-laki dan laki-laki sangat penting, serta mengatasi tabu dan mitos seputar menstruasi. Kita juga perlu mendorong partisipasi semua pemangku kepentingan (termasuk sektor swasta) untuk berinvestasi dalam promosi MKM serta memastikan ketersediaan layanan MKM, termasuk bagi kelompok marjinal (orang dengan disabilitas, kelompok termiskin, dan masyarakat yang tinggal di daerah terpencil).
Kutipan:
“Dulu saya sering bolos sekolah saat menstruasi karena tidak bisa mengganti pembalut di sekolah. Sekarang saya bersyukur karena sekolah menyediakan toilet inklusif dan ramah MKM serta klinik kesehatan, sehingga kami tidak perlu khawatir saat belajar di sekolah selama menstruasi.” Seorang murid dari Sekolah Luar Biasa di Mataram, Indonesia.
“Malu dan takut membuat saya enggan berbicara dengan keluarga tentang menstruasi. Laki-laki harus mengetahui lebih banyak tentang hal ini.” Seorang anak laki-laki dari NTT, Indonesia
[1] Program Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia, 2017
[2] Memahami praktik, faktor penentu, dan dampak di kalangan remaja perempuan sekolah, MKM di Indonesia, 2015.
[3] https://www.detik.com/edu/sekolah/d-7213842/3-1-juta-siswa-belum-dapat-air-bersih-di-sekolah-kemdikbud-rilis-peta-jalan-sanitasi
[4] Davis, J., Macintyre, A., et al, Menstrual hygiene management and school absenteeism among adolescent students in Indonesia: evidence from a cross-sectional school-based survey, 2018.
[5] Hastuti, Dewi R.K, dkk, Manajemen kebersihan menstruasi: studi kasus pada murid sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Indonesia, 2019.
[6] Davis, J., Macintyre, A., et al, Menstrual hygiene management and school absenteeism among adolescent students in Indonesia: evidence from a cross-sectional school-based survey, 2018.
[7] Plan International, Bloody honest? what boys said about menstruation, 2022
[8] Hastuti, Dewi R.K, dkk, Manajemen kebersihan menstruasi: studi kasus pada murid sekolah dasar dan sekolah menengah pertama di Indonesia, 2019.
[9] Kemendikbud, Peta jalan sanitasi sekolah tahun 2023-2030.
[10] Davis, J., Macintyre, A., et al, Menstrual hygiene management and school absenteeism among adolescent students in Indonesia: evidence from a cross-sectional school-based survey, 2018.
[11] Purwanto, P.N., Amalia, R.Z., Faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku higiene menstruasi pada remaja di Indonesia: tinjauan sistematis, 2022.
[12] Plan International, Bloody honest? what boys said about menstruation, 2022.
[13] UNICEF, Market assessment final report of menstrual health and hygiene (MHH) products and services, 2022.
Penulis: Silvia Devina, WASH & ECD Program Advisor Plan Indonesia
The post Mengapa Kesehatan dan Kebersihan Menstruasi pada Anak Perempuan dengan Disabilitas Itu Penting? appeared first on Plan International.