Pada hari Selasa, 23 April 2024, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyelenggarakan “Uji Publik Rancangan Peraturan KPU tentang Penyusunan Daftar Pemilih dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024”. Uji publik ini merupakan bagian dari persiapan pilkada serentak yang pemungutan suaranya akan diselenggarakan pada 27 November 2024.
Seperti Pemilu 2024 tingkat nasional, pemutakhiran daftar pemilih Pilkada 2024 juga akan berangkat dari Data Penduduk Potensial Pemilih Pemilu (DP4) yang dirilis oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Dari DP4 tersebut, data akan diolah untuk menjadi daftar pemilih tetap (DPT) yang pada prosesnya dapat dilengkapi dengan daftar pemilih tambahan (DPTb) dan daftar pemilih khusus (DPK) seperti pada Pemilu 2024 (kompas.com, 23/4/2024).
KPU RI berharap, tidak ada perbedaan data yang terlalu jauh saat dilakukan proses pencocokan dan penelitian (coklit) oleh panitia pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih). Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) juga akan kembali digunakan sebagai alat bantu pemutakhiran daftar pemilih, sebagaimana dilakukan untuk Pemilu 2024. Sedangkan penetapan DPT sendiri akan dilakukan pada 21 September 2024. Hal ini berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pilkada (kompas.com, 23/4/2024).
Penyusunan daftar pemilih merupakan tahapan penting dalam penyelenggaraan pemilu di Indonesia, termasuk dalam pilkada. Kerap kali daftar pemilih menjadi persoalan yang mengemuka pada penyelenggaraan pemilu. Misalnya, pada Pemilu 2019, ketika 36 hari jelang pemungutan suara, persoalan daftar pemilih masih menuai polemik. Saat itu, Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno mempermasalahkan adanya dugaan 17,5 juta data pemilih yang diduga tidak wajar dan 775 ribu data ganda dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 (Kompas.com, 11/3/2019).
Dugaan data tidak wajar ini terjadi karena terdapat data pemilih yang lahir pada tanggal 1 Juli yang berjumlahnya 9,8 juta pemilih. Selanjutnya, terdapat data pemilih yang lahir pada tanggal 31 Desember berjumlahnya 3 juta, serta data pemilih yang lahir pada tanggal 1 bulan Januari berjumlah 2,3 juta. Menanggapi dugaan tersebut, KPU menjelaskan bahwa data tersebut mengacu pada data Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Adanya data pemilih dengan tanggal-tanggal yang disebutkan di atas disebabkan karena warga lupa tanggal lahirnya saat pencatatan proses administrasi Dukcapil (Kompas.com, 11/3/2019).
Contoh persoalan daftar pemilih pun terjadi pada Pemilu 2024 lalu, di mana Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mendapati 4.005.275 warga yang sudah masuk Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2024 ternyata tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk elektronik. Mereka rata-rata adalah pemilih yang baru akan sudah berusia 17 tahun saat hari pencoblosan; dan pemilih yang sudah berusia 17 tahun, tapi belum membuat KTP elektronik (republika.co.id, 26/7/2023).
KPU menilai bahwa pemilih yang baru berusia 17 tahun dan belum memiliki KTP-el dapat menggunakan Kartu Keluarga (KK). KPU menyatakan bahwa Nomor Induk Kependudukan (NIK) bersumber dari data Kemendagri dan meyakini pada saat pemungutan suara, pemilih pemula telah memperoleh KTP. Hal itu, mengingat KPU terus berkoordinasi dengan Kemendagri (detik.com, 26/7/2023).
Melihat dari pengalaman tersebut, tahap penyusunan daftar pemilih membutuhkan manajemen yang baik sebagai bagian dari implementasi aturan pemilu. Proses tahapan pemilu dari penyusunan daftar pemilih hingga penghitung suara perlu dilakukan dengan manajemen yang baik. Untuk itu, perlu dilakukan manajemen risiko dalam penyelenggaraan Pemilu dan Pilkada 2024.
International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA) (2020) mendefinisikan manajemen risiko dalam pemilu sebagai upaya sistematis yang dilakukan untuk mengembangkan pengetahuan tentang dan kesadaran situasional akan risiko internal maupun eksternal terhadap proses pemilu, untuk memulai tindakan pencegahan dan mitigasi yang tepat waktu. Manajemen risiko biasanya merujuk pada proses-proses untuk mengidentifikasi dan menganalisis ancaman-ancaman untuk mengambil tindakan pencegahan dan mitigasi.
Risiko yang dapat diidentifikasi yaitu dari persoalan penyusunan kerangka hukum, sosialisasi ke KPU dan Bawaslu di tingkat daerah, proses coklit, hingga penetapan daftar pemilih. Risiko-risiko ini jika tidak diantisipasi sejak awal dan tidak dapat diatasi di kemudian hari, akan mengakibatkan kebingungan di pelaksanaan pemungutan suara hingga adanya potensi hilangnya hak suara pemilih.
Menyikapi tantangan tersebut, diperlukan langkah-langkah yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu dan pemangku kebijakan terkait lainnya. Pertama, KPU, Bawaslu dan Kemendagri memastikan agar memiliki kesepahaman bersama tentang bahan utama data pemilih sesuai dengan PKPU Nomor 7 Tahun 2022 tentang Penyusunan Daftar Pemilih Dalam Penyelenggaraan Pemilihan Umum dan Sistem Informasi Data Pemilih, yang menjadi payung hukum penyusunan daftar pemilih Pemilu 2024.
Kedua, Bawaslu bersama kelompok masyarakat sipil khususnya pemantau pemilu melakukan pengawasan tahap penyusunan hingga penetapan daftar pemilih. Ketiga, KPU, Bawaslu, dan Kemendagri mendorong partisipasi masyarakat, khususnya yang telah masuk kriteria pemilih, untuk mengurus dokumen kependudukan agar tidak kehilangan hak pilihnya.
Arfianto Purbolaksono
Manajer Riset dan Program, The Indonesian Institute
arfianto@theindonesianinstitute.com
The post Mempersiapkan Daftar Pemilih pada Pilkada Serentak 2024 first appeared on The Indonesian Institute.