Tanggal 19 Maret diperingati sebagai Hari Pekerjaan Sosial Sedunia. Peringatan hari pekerjaan sosial sedunia tahun ini mengambil tema “Buen Vivir: Masa Depan Bersama untuk Perubahan Transformatif”. Topik tersebut berakar pada agenda global dan menekankan perlunya profesi pekerja sosial untuk mengadaptasi pendekatan inovatif dan berbasis komunitas yang didasarkan pada kearifan adat, dan hidup berdampingan secara harmonis dan alam (liputan6.com, 19/3/2024).
Profesi pekerja sosial menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2019 tentang Pekerja Sosial (UU 14/2019) menyebutkan bahwa “pekerja sosial adalah seseorang yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai praktik pekerjaan sosial, serta telah mendapatkan “sertifikat kompetensi”. Sertifikasi kompetensi menjadi prasyarat penting dalam menjalankan praktik profesi pekerja sosial ini.
Untuk melaksanakan pekerjaan sosial, undang-undang mendefinisikan praktik pekerjaan sosial sebagai aktivitas pertolongan profesional yang terencana, terpadu, berkesinambungan, dan tersupervisi untuk mencegah disfungsi sosial, serta memulihkan dan meningkatkan keberfungsian sosial individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
Jika merujuk pada isi UU 14/2019 tentang pekerja sosial, maka aktivitas pertolongan yang dilakukan oleh pekerja sosial adalah kegiatan profesional yang tersistematis dan terencana. Namun demikian, dalam praktiknya, saat ini masih banyak masyarakat awam yang menganggap bahwa pekerja sosial merupakan aktivitas menolong masyarakat yang dilakukan secara cuma-cuma (probono) tanpa mengharapkan insentif sebagai umpan balik atas jasa yang diberikan. Meskipun aktivitas ini dapat dilakukan oleh semua orang, namun profesi ini memerlukan sejumlah kompetensi yang diperoleh dari lembaga pendidikan khusus.
Lebih lanjut, pada konteks lain pekerja sosial dapat menjadi juru kunci kelancaran terselenggaranya kemajuan ekonomi dan pembangunan. Misalnya, dalam menjembatani pemenuhan kesejahteraan masyarakat di wilayah terpencil seperti masyarakat adat. Pekerja sosial memiliki peran penting dalam menghubungkan kebutuhan masyarakat adat yang hidup dengan situasi keterbatasan. Pekerja sosial dapat menjalankan fungsinya sebagai assessor yang dapat mengidentifikasi potensi serta beragam aspek untuk mendorong komunitas masyarakat adat memanfaatkan sumber dalam mensejahterakan anggota masyarakatnya.
Selain itu, dalam upaya membangun ekosistem perekonomian komunitas masyarakat adat, pekerja sosial dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator. Fasilitator memiliki tugas untuk mendorong setiap anggota masyarakat terlibat dan berpartisipasi memanfaatkan sumber yang dimiliki. Peran fasilitator ini tidak hanya mendorong anggota komunitas, namun juga pihak lain, terutama pemerintah dan swasta, dalam membangun kesejahteraan masyarakat adat dan wilayah tertinggal secara umumnya. Oleh sebab itu, pelibatan profesi pekerja sosial dalam komunitas masyarakat adat dapat menjadi salah satu jalan penting dalam upaya meningkatkan pemerataan pembangunan di Indonesia.
Dewi Rahmawati Nur Aulia
Peneliti Bidang Sosial
The Indonesian Institute, Center for Public Policy Research (TII)
dewi@theindonesianinstitute.com
The post Membangun Perspektif Baru Profesi Pekerja Sosial dalam Pembangunan first appeared on The Indonesian Institute.